Kabupaten Tolikara - Selama 10 tahun, Kaka Besar Willem Wandik menjadi legislator di Senayan RI dengan mengawal berbagai kebijakan Pemerintah Pusat (kabinet presidensi) untuk mempertahankan Eksistensi "Roh" Otsus dalam berbagai implementasi kebijakan Pusat di Tanah Papua..
Berdasarkan pengalaman legislasi tersebut, Pasangan Wilyon (Willem-Yotam) memiliki komitmen besar untuk menyediakan alokasi anggaran khusus untuk Para Pemuka Agama (Para Gembala Umat-Nya), organisasi Pemuda, organisasi perempuan, kepala suku, dan tambahan gaji untuk kepala kampung, untuk memperkuat struktur sosial masyarakat adat dan gereja, sebagai pilar penting dari masyarakat komunal di Lembah Toli, yang merupakan cerminan dari pelaksanaan Otsus Papua.. Selain itu, penyediaan sumber anggaran diatas, juga merupakan komitmen Pasangan Wilyon (Willem-Yotam) membumikan Lembah Toli sebagai Tanah Injil yang dibangun diatas fondasi struktur sosial masyarakat adat dan gereja yang saling menguatkan..
Peran missionari sejak 74 tahun yang lalu, telah merintis Jalan Damai di Lembah Toli, dan menghasilkan perubahan besar terhadap masyarakat adat suku Lani (suku mayoritas) di Tanah ini, dengan berhasil mempersatukan semua komponen suku, mendamaikan peperangan yang sering terjadi diantara suku suku yang mendiami Tanah ini, dan menghadirkan daerah yang sejuk serta nyaman untuk ditinggali oleh berbagai kalangan, termasuk hadirnya warga nusantara yang dilindungi harkat martabatnya, berkat kasih Karunia Ajaran Injil yang menjadi pedoman hidup masyarakat komunal di Lembah Toli..
Lembah Toli menjadi wilayah Terang dan Paling Damai berkat ajaran Injil.. Maka dari itu, Pasangan Wilyon (Willem-Yotam) memiliki tekad yang besar untuk menjadikan Lembah Toli sebagai Tanah Injil yang Damai.. Penyebutan sebagai Tanah Injil haruslah menjadi Agenda resmi kenegaraan yang dilembagakan, melalui dukungan resmi Pemerintahan Daerah.. Pasangan Wilyon berkomitmen untuk melembagakan Tanah Injil di Tolikara, dengan seluruh perangkat perundang-undangan yang menjadi kewenangan Kepala Daerah..
Dalam manifesto keyakinan politik pasangan Wilyon (Willem-Yotam), identitas masyarakat komunal memiliki hak dasar yang harus disediakan dan dijamin dalam struktur anggaran Daerah.. Identitas Otsus yang diberikan oleh Negara, merupakan bentuk pengakuan konstitusi (hukum negara yang berlaku) yang menempatkan masyarakat komunal sebagai Subyek Utama (berperan sebagai pelaku, perancang, inisiator, penggagas), bukan sebagai Obyek kebijakan (bukan sebagai obyek eksploitasi semata, dibutuhkan jika ada kepentingan saja)..
Lembah Toli harus menjadi daerah percontohan di Kawasan Papua Pegunungan, yang menjadikan struktur sosial adat dan gereja sebagai sasaran perumusan kebijakan afirmasi anggaran Daerah.. Negara dalam berbagai kebijakan yang bersifat nasional, selalu berhasil menyusun kebijakan anggaran dan regulasi yang mendukung serta memperkuat dukungan kebijakan afirmasi bagi kepentingan kalangan pemodal.. Namun mereka lupa bahwa Tanah Papua, masih membutuhkan upaya yang paling mendasar, menghadirkan Tanah Yang Damai, agar seluruh agenda pembangunan yang dirancang Pemerintah Daerah, dapat berjalan menuju tujuannya..
Tidak ada kesejahteraan tanpa hadirnya Tanah Yang Damai, Tidak ada pembangunan ekonomi tanpa kehadiran Suasana yang tenteram, oleh karena itu, penempatan kebijakan yang tepat, yang berasal dari akar sejarah Lembah Toli, harus dijadikan pedoman dasar perumusan kebijakan bernegara, termasuk strategi pembangunan yang dirancang oleh pasangan Wilyon (Willem-Yotam) sebagai Bupati/Wakil Bupati terpilih kedepannya (jika Tuhan berkehendak)
Struktur sosial masyarakat komunal memiliki keunikan, diantaranya memiliki cara hidup yang mengutamakan pemanfaatan ruang hidup bersama, dan masyarakat komunal memiliki tradisi untuk saling menanggung beban bersama (dicontohkan dalam pembayaran denda adat) dan berbagai tradisi masyarakat komunal yang mengikat seluruh komponen masyarakat adat.. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah yang memiliki sumber Undang Undang dan Pelaksana diskresi kebijakan negara, dalam masa jabatan Pasangan Wilyon (Willem-Yotam) memimpin Tolikara, harus menempatkan Identitas struktur sosial masyarakat komunal kedalam strategi kebijakan "afirmatif" yang memuliakan mereka diatas Tanahnya sendiri..
Pesan penting yang hendak disampaikan oleh Pasangan Wilyon (Willem-Yotam), bahwa bentuk implementasi konkret dari UU Otsus harus digali dan diterjemahkan kedalam praktek kehidupan nyata yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat komunal di Lembah Toli (Tanah Papua).. Dengan kewenangan yang dimiliki sebagai Kepala Daerah di Kabupaten Tolikara, Pasangan Wilyon (Willem-Yotam) tidak ingin terus terjebak pada praktek pelaksanaan Otsus yang hanya mengutamakan aspek pelaporan administratif pemerintahan, yang bersifat standar, berdasarkan aturan kaku dan baku yang di susun oleh Mendagri..
Taat pada prinsip dan asas pengelolaan pemerintahan yang bersih (clean governance), dan pengelolaan pemerintahan yang baik (good governance) merupakan standar kebijakan yang tidak bisa ditawar menawar, namun, bentuk implementasi kebijakan konkret yang bersifat "lokal" dan menjadi solusi nyata berdasarkan ciri kekhususan yang dimiliki oleh Lembah Toli dalam kerangka Otsus, hal tersebut harus dirumuskan kedalam kebijakan operasional nyata dalam Rancangan Pembangunan Jangka Pendek (RKPD), Jangka Menengah (RPJMD)dan Jangka Panjang Daerah Tolikara (RPJPD).
Termasuk keberpihakan Pasangan Wilyon (Willem-Yotam) untuk menerobos kebuntuan kebijakan administratif terkait pemberian gaji/honor kepada Para Pemuka Agama (Para Gembala Umat-Nya), Organisasi Pemuda, Organisasi Perempuan, kepala suku dan tambahan gaji untuk kepala Kampung, dalam rangka memperkuat peran struktur sosial adat dan gereja dalam masyarakat komunal Lembah Toli, sebagai komponen kemitraan dasar utama Pemerintahan Daerah dalam mencapai pelayanan pemerintahan yang relevan dengan kondisi kontekstual Kabupaten Tolikara..
Untuk membangun peradaban dan pembangunan yang berkelanjutan di Lembah Toli, diperlukan masyarakat yang damai, tenteram, dan bahagia.. Diatas fondasi masyarakat yang baik itu pula, akan dapat dengan mudah membangun ekonomi dan kesejahteraan yang menjadi Tugas Utama Pemerintahan Daerah.. Diatas kemajuan yang dapat dicapai dalam pembangunan Tolikara, harus pula terlihat koherensi kesejahteraan yang dirasakan secara nyata oleh "manusia adat" yang mendiami wilayah tersebut (bukan manusia dalam definisi barang/komoditas sebagaimana paham yang berlaku umum di dunia moderen)..
Menjadi keadaan yang paradoks dan bertentangan, apabila pembangunan gedung-gedung dan kemajuan ekonomi yang terbangun, justru berdiri diatas kesenjangan yang terjadi pada struktur sosial masyarakat adat dan gereja di Lembah Toli, yang tidak mendapatkan perhatian khusus dari Pemerintah Daerah.. Pada masa kepemimpinan Pasangan Wilyon (Willem-Yotam), masyarakat adat dan Gereja harus menjadi "aktor utama" yang merasakan dampak dari kebijakan anggaran dan kebijakan pembangunan yang hendak dicapai di Kabupaten Tolikara..
Pada awal rancangan Anggaran yang di susun oleh Pasangan Wilyon (Willem-Yotam) dalam RKPD Tolikara Tahun 2025 (penyesuaian rancangan anggaran berdasarkan visi misi Pasangan Wilyon 2025 - 2029), telah ditetapkan sasaran jumlah alokasi anggaran yang harus disediakan dalam APBD mencapai Rp 54,5 Miliar, untuk mendanai pemberian gaji/tunjangan honorarium untuk Pemuka Agama (Para Gembala Umat-Nya), Organisasi Pemuda/Perempuan, Kepala Suku, dan Tambahan Tunjangan untuk Kepala Kampung, sebagai wujud nyata implementasi Kabupaten Tolikara sebagai Tanah Injil yang terlembagakan dalam kebijakan Pemerintah Daerah..
Pasangan Wilyon (Willem-Yotam) sangat bersunguh-sungguh menjadikan Kabupaten Tolikara sebagai daerah di Tanah Papua, yang pertamakali dapat menerapkan afirmasi "dalam fungsi dan kedudukan kelembagaan Pemerintahan" yang menerapkan "makna Otsus" secara nyata dalam kehidupan ketatanegaraan yang diakui perannya dalam konstitusi negara.. Ini adalah tugas pemimpin terpilih, yang dituntut untuk memiliki wawasan nasionalisme yang kuat, juga mampu merumuskan strategi kebijakan negara yang memperkuat tujuan tercapainya sasaran Keadilan Sosial (Sila ke 5 Pancasila) dan mengakar cukup kuat pada pelaksanaan Sila ke 1 Pancasila (Ketuhanan Yang Maha Esa), makna dari hadirnya Social Justice pada Penerapan Tanah Injil di Lembah Toli, yang banyak dicita-citakan oleh kalangan intelektual muda di Tanah Papua, menuju Tanah yang adil, damai, dan Diberkati di mata Tuhan Allah Bapa Pencipta alam Papua..
Horas, Maturnuwun.. Wa Wa Wa .. Hormat Kami, Willem Wandik S.Sos dan Yotam Wonda SH. M.Si (Pasangan Wilyon, Tolikara RAMAH, Koalisi Tolikara Bersatu)