Jakarta, 22 Oktober.- PERKUMPULAN KONSULTAN HUKUM MEDIS DAN KESEHATAN (“PKHMK”), dengan Ketua Umum DR. Dra. Risma Situmorang, S.H., M.H.,M.IP.,AllArb. dan Sekretaris Jendral Christine Nhazzia Agustine Souisa, S.H.,M.H. sebagai PEMOHON I; ELIA FRANSISCO SILITONGA sebagai PEMOHON II dan DEBBY NATALIA sebagai PEMOHON III melalui para Advokat dan Konsultan Hukum yang tergabung dalam TIM ADVOKASI KONSULTAN HUKUM MEDIS DAN KESEHATAN PENGAWAS UU KESEHATAN yang terdiri dari : 1. Petrus Bala Pattyona, S.H., M.H., CLA.; 2. Janses E. Sihaloho, S.H.; 3. Horman Siregar, S.H., M.H.; 4. Susy Tan, S.H., M.H.; 5. Rumlam Dewi Murni Simangunsong, S.H.; 6. Markus Manumpak Sagala, S.H.; 7. Dr. Lenny Nadriana, S.H., M.H.; 8. Srimiguna, S.H., M.H.; 9. DR. Mehbob, S.H., M.H., C.N.; 10. Heribertus S. Hartojo, S.H., M.H.; 11. Mery Girsang, S.H., M.H.; 12. Semmy Arter Mantouw, S.H., M.M., M.H.; 13. Daniel P. P. Tambunan, S.H., M.M.; 14. Elly Wati Suzanna Saragih, S.E., S.H.; 15. Marta Sari Tarigan, S.H.; 16. Marla Regina Wongkar, S.H., M.H.; 17. Dessy Widyawati, S.H., M.H. ; 18.Sapar Sujud, S.H.; 19. Antonius Eko Nugroho, S.H.; 20. Sukisari, S.H.; 21. Dirar Mahdirman Refra, S.H. dan 22. Arif Suherman, S.H.
Pada hari ini, Selasa tanggal 22 Oktober 2024, mengajukan Permohonan Uji Materil atas Pasal 308 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan yang bertentangan dengan Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal 28H Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Ketua Umum DR. Dra. Risma Situmorang, S.H., M.H.,M.IP.,AllArb. dan salah satu anggota TIM ADVOKASI KONSULTAN HUKUM MEDIS DAN KESEHATAN PENGAWAS UU KESEHATAN yang diketuai oleh Petrus Bala Pattyona, S.H., M.H., CLA., menyampaikan bahwa Pasal 308 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan banyak disorot praktisi dan pasien korban mal praktek Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan, karena jika diduga melanggar pidana, tanpa rekomensasi majelis, maka perkara tersebut tidak bisa diproses hukum, atau jika diduga melanggar Perbuatan Melawan Hukum, karena tidak mungkin Tenaga Medis, Tenaga Kesehatan, atau orang yang diberikan kuasa oleh Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan mau mengajukan permohonan secara tertulis kepada majelis untuk mendapatkan rekomendasi, karena akan merugikan dirinya sendiri !
Dugaan Tindak Pidana
Bahwa pasal 308 (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan berbunyi :
“Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang diduga melakukan perbuatan yang melanggar hukum dalam pelaksanaan Pelayanan Kesehatan yang dapat dikenai sanksi pidana, terlebih dahulu harus dimintakan rekomendasi dari majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 304.”,
jika dikaitkan dengan Pasal 308 (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan yang berbunyi :
“Rekomendasi dari majelis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah Penyidik Pegawai Negeri Sipil atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia mengajukan permohonan secara tertulis.”
Maka menurut Pasal 308 ayat (1) dan 308 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan, yang menentukan apakah Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan melanggar tindak pidana itu bukan lagi penyidik, tetapi majelis penegak disiplin.
Gugatan Perdata Perbuatan Melawan Hukum
Bahwa Pasal 308 (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan berbunyi :
“Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang dimintai pertanggungiawaban atas tindakan/perbuatan berkaitan dengan pelaksanaan Pelayanan Kesehatan yang merugikan Pasien secara perdata, harus dimintakan rekomendasi dari majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 304.”
Jika dikaitkan dengan Pasal 308 (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan yang berbunyi :
“Rekomendasi dari majelis sebagaimana dimaksud pada ayat (21 diberikan setelah Tenaga Medis, Tenaga Kesehatan, atau orang yang diberikan kuasa oleh Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan mengajukan permohonan secara tertulis atas gugatan yang diajukan oleh Pasien, keluarga Pasien, atau orang yang diberikan kuasa oleh Pasien atau keluarga Pasien.’
Maka menurut Pasal 308 ayat (2) dan 308 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan, Pasien, keluarga Pasien, atau orang yang diberikan kuasa oleh Pasien atau keluarga Pasien, tidak bisa mengajukan gugatan perdata Perbuatan Melawan Hukum, karena tidak mungkin Tenaga Medis, Tenaga Kesehatan, atau orang yang diberikan kuasa oleh Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan mau mengajukan permohonan secara tertulis kepada majelis untuk mendapatkan rekomendasi, karena akan merugikan dirinya sendiri !
Bahwa Permohonan Uji Materil atas Pasal 308 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan ini, untuk Persamaan di hadapan hukum bagi semua pihak, baik untuk masyarakat dalam mendapatkan pelayanan yang prima maupun Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan, agar dalam melayani masyarakat dengan penuh tanggung jawab.
Siaran Pers secara lengkap dari PERKUMPULAN KONSULTAN HUKUM MEDIS DAN KESEHATAN (“PKHMK”), bisa dilihat dibawah ini.
SIARAN PERS
Tidak Memberikan Perlindungan dan Kepastian Hukum, PERKUMPULAN KONSULTAN HUKUM MEDIS DAN KESEHATAN (PKHMK), Ajukan Uji Materiil Undang-Undang Kesehatan “Uji Materiil Pertama Bagi Pemerintahan Prabowo-Gibran”
Jakarta,22 Oktober 2024 -
PERKUMPULAN KONSULTAN HUKUM MEDIS DAN KESEHATAN (PKHMK) mengajukan Uji Materii terhadap Pasal 308 ayat 1 Undang-Undang No.17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan ke Mahkamah Konstitusi (MK), pada Selasa (22/10/2024).
PKHMK menilai frasa “terlebih dahulu harus dimintakan Rekomendasi dari Maielis.sebagaimana dimaksud dalam Pasal 304” tidak memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat pencari keadilan dan bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1, Pasal 28 D ayat 1 danPasal 28 H ayat 1 UUD 1945.
Menurut Ketua Umum PKHMK, Dr. Dra. Risma Situmorang, S.H., M.H., M.IP.,AII Arb., Lembaga yang diketuainya memberikan Kuasa kepada 22 (dua puluh dua) Advokat dan tergabung dalam TIM ADVOKASI KONSULTAN HUKUM MEDIS DAN KESEHATAN PENGAWAS UU KESEHATAN, untuk mengajukan Uji Materiil Pasal 308 ayat I UU Kesehatan, karena selain tidak memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat, juga menimbulkan ketidakpastian hukum dan konflik kepentingan di kalangan Tenaga Medis (Dokter, Dokter Spesialis, Dokter subspesialis, Dokter Gigi, Dokter Gigi Spesialis) itu sediri.
Dijelaskannya, dalam Pasal 308 UU Kesehatan tertera kalimat, “(1) Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang diduga melakukan perbuatan yang melanggar hukum dalam pelaksanaan Pelayanan Kesehatan yang dapat dikenai sanksi pidana, terlebih dahulu harus dimintakan Rekomendasi dari Majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 304.Dan di ayat(2): Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang dimintai pertanggungjawaban atas tindakan/perbuatan berkaitan dengan pelaksanaan Pelayanan Kesehatan yang merugikan Pasien secara perdata.
Harus dimintakan Rekomendasi dari Majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 304. “Kalimat,“….terlebih dahulu harus dimintakan Rekomendasi dari Majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 304”, menurut Risma Situmorang menimbulkan kerancuan hukum, karena majelis yang dimaksud dalam UU Kesehatan ini, adalah Majelis Disiplin Profesi (MDP),yang mempunyai tugas melaksanakan penegakan disiplin profesi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan (TMTK).
Tugas, fungsi Dan kewenangan MDP itu hanya terkait dengan persoalan Disiplin profesi,dan tidak mempunyai kewenangan untuk menilai ada tidaknya pelanggaran hukum, baik secara Pidana maupun Perdata, sehingga sangat tidak tepat apabila Majelis Disiplin Profesi (MDP) serta merta diberikan kewenangan untuk memberikan Rekomendasi dan memeriksa terhadap perbuatan-perbuatan, yang melanggar ketentuan Pidana ataupun Perdata.
Karena hal tersebut dapat mengakibatkan dan menimbulkan ketidakpastian hukum,bagi para pencari keadilan,yang akan melakukan upaya hukum secara litigasi melalui pengadilan, mengingat Perkara Pidana dan Perdata merupakan suatu Pelanggaran Hukum bukan Pelanggaran Disiplin “tegas Risma.
Pasal 308 Ayat (1) dan Ayat (2) UU Kesehatan, ujar Risma, sangat jelas menimbulkan ketidakpastian hukum,karena telah membuat aturan yang berbenturan,dengan ketentuan Hukum acara Pidana dan Hukum Acara Perdata.”
Dalam Perkara Pidana ataupun Perdata, memiliki aturan tersendiri apabila terdapat permasalahan hukum, baik secara pidana atau perdata, dapat diselesaikan langsung melalui instansi yang berwenang seperti Kepolisian dan Pengadilan, untuk memeriksa dan menyelesaikan permasalahan hukum tersebut, “tukas Risma.
Terhadap pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan (TMTK), seharusnya Majelis Disiplin Profesi (MDP) Yang saat ini tugas, fungsi kewenangan nya dan Masih dilaksakan oleh Majelis Kehormatan Disiplin dan Kedokteran Indonesia (MKDKI) berdasarkan Pasal 1167 PP No.28 Tahun 2024 tidak perlu diberikan wewenang, untuk terlebih dahulu memeriksa dan memberikan Rekomendasi.
Kalimat”…dimintakan Rekomendasi dari Majelis,”jelas merugikan dan melanggar Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, karena berbenturan dan menimbulkan konflik kepentingan, mengingat Majelis yang notabene seorang Dokter atau Tenaga Medis, kecenderungannya, akan saling melindungi rekan sejawat Tenaga Medis.
Selain itu,tidak memberikan perlindungan hukum bagi Pasien atau Keluarga Pasien para pencari keadilan, terutama korban malapraktik dari Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan(TMTK), “tukasRisma.
Kalimat ‘Rekomendasi dari Majelis’, juga menimbulkan ketidakpastian hukum karena, bagaimana mungkin seorang Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan (TMTK) Yang digugat secara Perdata di Pengadilan Negeri, mau mengajukan Rekomendasi ke Majelis disiplin Profesi (MDP) atas perbuatan Perdata yang dilakukannya sendiri.
Sedangkan menurut Ketua Tim Advokasi Konsultan Hukum Medis dan Kesehatan Pengawas UU Kesehatan,Petrus Bala Pattyona, S.H., M.H., CLA., Pasal 308 Ayat (1) UU Kesehatan, juga bertentangan dengan Pasal 27,Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal 28H Ayat (1)UUD 1945.
Dimana seharusnya semua Warga Negara sama kedudukannya di depan hukum, tetapi kalau melihat Pasal 308, ada pembeda di depan hukum bagi Tenaga Medis, karena harus ada rekomendasi 308 Seperti diatur dalam Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 “Semua warga negara bersamaan kedudukannya di hadapan hukum (equality before the Law) dan Pemerintah wajib menjunjung tinggi hukum dalam pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Dan Pasal 28 Ayat (1), berbunyi, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
TIM ADVOKASI KONSULTAN HUKUM MEDIS DAN KESEHATAN PENGAWASUU KESEHATAN yang mengajukan Uji Materiil Pasal 308 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan ke MK, beranggotakan Petrus Bala Pattyona, S.H., M.H., CLA, Janses E.Sihaloho,S.H, Horman Siregar, S.H., M.H., Susy Tan, S.H., M.H., Rumiam Dewi Murni Simangunsong, S.H., Markus Manumpak Sagala, S.H., Dr.Lenny Nadriana,S.H.,M.H.,Srimiguna,S.H.,M.H.,Dr. Mehbob, S.H.,M.H.,CN., Heribertus S.Hartojo,S.H.,M.H.Mery Girsang,S.H.,M.H., Semmy Arter Mantouw,S.H.,M.M.,M.H., Daniel P.P.Tambunan,S.H.,M.M.,Elly Wati Suzanna Saragih,S.E.,S.H., Marta Sari Tarigan,S.H.,Marla Regina Wongkar, S.H., M.H., Dessy Widyawati, S.H., M.H.,Sapar Sujud,S.H.,Antonius Eko Nugroho, S.H., Sukisari,S.H,Dirar Mahdirman Refra,S.H.,dan ArifSuherman,S.H.
.