Jember - Pernyataan Presiden Jokowi terkait Presiden dapat memihak paslon dalam pilpres 2024, berbuntut panjang. Bahkan klarifikasi yang dilakukan oleh Presiden dan Pernyataan Ketua KPU Hasyim yang terkesan mendukung pernyataan Presiden Jokowi itu justru semakin mendekatkan dugaan dan pertanyaan publik, jangan jangan Presiden Jokowi dan Ketua KPU ini memang diduga kuat melakukan nepotisme, tidak netral karena ada conflict of interest, melakukan pelanggaran hukum secara Terstruktur, sistematis dan masif serta adanya dugaan bersekongkol untuk memenangkan paslon yang mengusung gibran, putra sulung Presiden Jokowi sebagai cawapres.
Demikian isu-isu yang berkembang dalam diskusi publik lintas akademis yang diselenggarakan oleh Organisasi Penstudi Konstitusi dan Demokrasi (OPOSISI) secara Hybrid (Online maupun Offline) pada Minggu 28 Januari 2024.
Diskusi yang dipandu oleh moderator yaitu Dr. Demas Brian Wicaksono dan Anang Suindro, S.H.,M.H. ini menghadirkan narasumber Prof. Ikrar Nusa Bhakti (Guru Besar/ Peneliti LIPI/ BRIN), Dr. Maruara Siahaan (Mantan Hakim MK), Dr. Charles Simabura (Direktur Pusako FH Andalas), Drs. Andang Subahariyanto (Sekjen Pertinasia/ Rektor Untag Banyuwangi) dan Saifuddin Zuhri, M.Si (Pakar Sosiologi UGM) serta diikuti oleh peserta yang berlatar belakang akademisi/ peneliti dari berbagai perguruan tinggi, civil society, mahasiswa, lawyer dan praktisi hukum lainnya.
Saat diskusi berlangsung, Prof Ikrar Nusa Bhakti menyampaikan bahwa rakyat jangan sampai tergiur oleh bansos yang diberikan Presiden Jokowi, karena kita tau Presiden sedang mengkampanyekan anaknya yaitu Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden. Klausul Presiden boleh berkampanye itu latar belakangnya sebenarnya diperuntukkan untuk Presiden dan Wakil Presiden yang hendak mencalonkan kembali. Tapi kali ini kan berbeda, anaknya yang mencalonkan. Tentu perbuatan Presiden tersebut patut diduga kuat mengandung Nepotisme dan merupakan perbuatan tercela. Jika saya boleh menilai, Presiden Jokowi hari ini sudah kehilangan rasa malu sekalipun ada conflict of interest pada proses pemilu 2024.
Selain itu, Dr. Maruarar Siahaan menegaskan bahwa klausul pasal Presiden boleh melakukan kampanye jangan hanya diliat secara tekstual saja, harusnya dilihat juga hal yang paling mendasar yaitu etik dan moralitasnya. Tentu saat Presiden Jokowi berkampanye untuk anaknya itu merupakan perbuatan yang tidak beretika dan tidak bermoral sebagai negarawan. Perbuatan Presiden membagi bansos itu juga diduga masuk bagian dari perbuatan KKN karena dilakukan untuk kepentingan keluarganya. Disisi lain, legitimasi pilpres 2024 ini menjadi pertanyaan publik karena jelas jelas Putusan MKMK menyatakan Putusan MK No.90 terdapat pelanggaran berat etik, menurut UU kekuasaan kehakiman seharusnya Putusan tersebut dinyatakan tidak sah. Berdasarkan hal tersebut legalitas Gibran Rakabuming Raka sebagai kontestan Pilpres 2024 haruslah dinyatakan cacat hukum dan cacat prosedur.
Menurut Dr. Charles Simabura pernyataan Presiden Jokowi itu sangat kuat mengindikasikan keberpihakannya pada salah satu paslon, dimana kita ketahui Gibran Rakabuming Raka (anak Presiden) diusung sebagai cawapres. Hal tersebut memperkuat opini publik bahwa Presiden bukan saja tidak netral tetapi juga diduga menabrak asas larangan konflik kepentingan (conflict of interest) dan diduga menghalalkan Nepotisme. Presiden seakan akan ingin menjadi Tim Sukses, tentu ini menurunkan derajatnya, saya sebagai pemilih dan Warga Negara Indonesia sangat terganggu. Ini sungguh sangat berbahaya bukan saja karena dapat mempengaruhi legitimasi pada hasil pilpres, tetapi juga dapat merusak kualitas Demokrasi dan Konstitusi.
Sosiolog UGM, Saifudin Zuhri, M.Si menyatakan dulu Publik menilai Presiden Jokowi sebagai orang baik, kini sebaliknya. Presiden Jokowi mempertontonkan perbuatan tercela secara brutal dan fulgar. Presiden Jokowi terkesan sedang menghalalkan segala cara agar anaknya memenangkan kontestasi Pilpres 2024. Sebagai seorang akademisi tentu kita sangat menyayangkan hal tersebut terjadi. Bahkan jika kita menilai dengan seksama segala yang terjadi belakangan ini merupakan perbuatan melawan hukum yang terstruktur, sistematis dan masif demi memenangkan anaknya pada kontestasi pilpres 2024.
Sunandiantoro, S.H.,M.H. selaku Direktur OPOSISI menyampaikan bahwa hasil pembahasan dalam diskusi publik ini sudah terang dan jelas yaitu pertama, keterlibatan Presiden jokowi baik dalam hal kampanye dan bagi bagi bansos merupakan dugaan perbuatan yang mengarah kuat pada perilaku Korupsi, Kolusi dan Nepotisme sebagaimana publik ketahui bahwa hal tersebut dilakukan untuk anaknya yang pada saat ini mencalonkan diri sebagai calon wakil Presiden. Kedua, dugaan persekongkolan jahat kekuasaan antara Presiden Jokowi dengan Ketua KPU yang terbukti Gibran Rakabuming Raka dinyatakan memenui syarat sebagai calon wakil Presiden sekalipun melanggar PKPU 19/2023 yang mensyaratkan usia paling rendah 40 Tahun. Ketiga, legitimasi pencalonan Anak Presiden Jokowi telah jelas-jelas cacat etik, cacat hukum dan cacat prosedural. Keempat, seluruh rangkaian Pernyataan Jokowi, Putusan MK, Putusan MKMK, bagi bagi bansos oleh menteri-menterinya, dan proses penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka oleh KPU serta mandulnya pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu mengindikasikan dugaan Pelanggaran Pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif. Terakhir yang kelima, terbukti Guru Besar, akademisi, Mahasiswa, Lawyer dan Praktisi lainnya serta seluruh Masyarakat Indonesia merasakan keresahan yang sama yaitu merasa Presiden Jokowi sudah bengkok dari Konstitusi, dan harus ada Gerakan bersama untuk meluruskan dan membuat tegak lurus kembali Presiden Jokowi kepada Konstitusi dan amanat penderitaan rakyat Indonesia. Beliau ini sudah tidak ada malu malunya dalam mempertontonkan perbuatan tercela.
Sunandiantoro juga menambahkan bahwa kegiatan diskusi publik ini akan terus dilakukan dari universitas ke universitas yang ada di seluruh Indonesia untuk memberikan penyadaran tentang situasi bangsa dan negara yang sedang tidak baik baik saja.(red/Dody)